Selasa, 13 Juni 2023

 

1.4.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.4

 

Oleh:

Muhammad Fajri

CGP Angkatan 7 Kabupaten Aceh Besar

 

“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.”

 

(Ki Hajar Dewantara: Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937).

 

Dari kutipan pemikiran Ki Hajar Dewantara di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga seorang guru perlu mengusahakan agar sekolah menjadi sebuah lingkungan yang menyenangkan, aman, nyaman untuk bertumbuh, serta dapat menjaga dan melindungi setiap murid dari hal-hal yang kurang bermanfaat, atau bahkan mengganggu perkembangan potensi murid. 

Setelah bertahun-tahun mengajar, mendampingi murid-murid tumbuh dan berkembang, saya (Calon Guru Penggerak) menyadari bahwa budaya positif di sekolah sangatlah penting untuk mengembangkan anak-anak yang memiliki karakter yang kuat, sesuai profil pelajar Pancasila.

Setelah mempelajari paket modul 1 ini yang terdiri dari modul 1.1. tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional - Ki Hadjar Dewantara, modul 1.2 tentang Nilai-Nilai dan Peran Guru Penggerak, modul 1.3. Visi Guru Penggerak dan terakhir modul 1.4. tentang Budaya Positif. Di modul terakhir dari sajian modul 1 ini Calon Guru Penggerak (CGP) dituntut untuk benar-benar memahami pentingnya membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid untuk membantu para CGP dalam mencapai visi guru penggerak.  Di modul ini pula CGP diajak untuk mempelajari bagaimana peran seorang pemimpin pada sebuah institusi dalam menggerakkan dan memotivasi warga sekolah agar memiliki, meyakini, dan menerapkan visi atau nilai-nilai kebajikan yang disepakati, sehingga tercipta budaya positif yang berpihak pada murid.

Dalam upaya membangun budaya positif tersebut, kita tentu perlu meninjau lebih dalam tentang strategi menumbuhkan lingkungan yang positif. Maka sebelum tentunya dituntut untuk menerapkan budaya posditif di lingkungan sekolah, para CGP diajak untuk melakukan refleksi atas penerapan disiplin yang dilakukan selama ini di lingkungan masing-masing. Apakah penerapan disiplin di sekolah sudah benar-benar dalam kerangka penumbuhan budaya positif? Mengekang? Menghukum atau seperti apa? Lantas, bagaimana strategi para CGP dalam menerapkan praktik disiplin tersebut? Apakah selama ini para CGP sudah sungguh-sungguh menjalankan disiplin, atau malah sedang melakukan sebuah hukuman? Di mana kita menarik garis pembatas?

Di Modul 1.4. tentang budaya positif ini saya diajak untuk menelaah kembali tentang disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Teori-teori ini merupakan sebuah ajuan paradigma berpikir dalam mengajukan kerangka budaya positif di sekolah, lembaga pendidikan dan juga lingkungan bermasyarakat. Maka mengapa teori-teori ini perlu kami koneksikan dan hubungkan kembali dengan modul-modul terdahulu sebagaimana uraian berikut:

v  Disiplin positif

Kembali mengutip pernyataan KHD di atas:

 “…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.”

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia.

Selaras dengan pemikiran KHD dan ajuan kerangka disiplin positif di atas menunjukkan bahwa sejatinya disiplin itu bertumbuh dari proses internal si peserta didik, tidak oleh pihak eksternal. Dalam penumbuhan tersebut, pihak eksternal hanya bertindak selaku pemantik stimulus sebagaimana pada penggambaran KHD tentang petani dengan pemeliharaan, pemupukan, penyiraman akan tanaman, maka bagi pendidik, orangtua, dan orang dewasa akan disiplin pada peserta didik dan anak-anak adalah sama, bahwa kita sejatinya hanya bisa memupuk, menyiram dan memelihara hal-hal baik dalam kerangka bertumbuhnya disiplin positif pada peserta didik/anak-anak. Dan dari perspektif ini kita juga harus menyakini bahwa disiplin positif pasti akan terbentuk berkat modal nilai-nilai kebajikan yang ada pada manusia yang berupa sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu.

v  Teori Kontrol

Untuk membangun budaya positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman, agar murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri dan bertanggung jawab. Dalam mendisiplinkan anak maka erat kaitannya dengan melakukan kontrol. Menurut Dr William Glasser dalam Control Theory bahwa upaya kontrol yang dilakukan berikut ini adalah sebuah ilusi; guru mengontrol murid, semua penguatan positif efektif dan bermanfaat, kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter, dan orang dewasa memiliki hak untuk memaksa. Maka untuk itu perlu dilakukan perubahan paradigma stimulus-Respon kepada pendekatan teori kontrol. Menurut pendekatan teori kontrol antara lain mengatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, hanya anda yang bisa mengontrol diri anda, anda tidak bisa mengontrol orang lain.

Dalam melakukan kontrol terhadap murid, ada 5 (lima) posisi kontrol yang dilakukan guru terhadap murid yaitu; sebagai penghukum, pembuat orang merasa bersalah, sebagai teman, monitor atau pemantau, dan seorang manajer. Sangat diharapkan bahwa posisi guru dalam mengontrol murid adalah sebagai manajer karena seorang manajer mampu memposisikan diri sebagai mentor berbuat sesuatu bersama murid, mempersilakan murid bertanggung jawab atas tindakannnya, mendukung dan bersama murid menemukan solusi atas permasalahannya.

v  Teori motivasi

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia:

1.    Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini bersifat eksternal.

2.    Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.

Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi ini juga bersifat eksternal.

3.    Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

Pernahkan kita berada dalam sebuah situasi dimana kita sengaja melakukan sesuatu yang menyakitkan bagi diri kita sendiri, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang lain? Mengapa kita tetap memilih melakukannya padahal kita tahu akibatnya akan menyakitkan, kita mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian secara finansial? Apa prinsip-prinsip yang kita perjuangkan dan kita lindungi? Saat itu, kita sedang menjadi orang yang seperti apa?

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru untuk untuk menanamkan disiplin positif yang positif ini kepada murid-murid kita?

v  Hukuman dan Penghargaan

Ada tiga cara untuk mendisiplinkan anak yaitu melalui hukuman, konsekuensi dan restitusi. Hukuman bersifat tiba-tiba, satu arah, dan anak tidak mengetahui sebelum atau sesudahnya. Hukuman bersifat menyakiti anak baik secara fisik maupun psikis. Konsekuensi biasanya sudah disepakati dan disetujui oleh murid. Murid yang melanggar peraturan sudah tahu konsekuensi yang akan diterimanya. Menurut Gossen (2004), restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi anak untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat.

v  Posisi Kontrol Guru

Posisi kontrol ideal seorang guru yang ditawarkan oleh modul 1.4. ini dan diharapkan dapat dipraktikkan oleh guru masa depan Indonesia adalah posisi manajer. Sebagai manajer, guru dipandang mampu memposisikan diri sebagai mentor berbuat sesuatu bersama murid, mempersilakan murid bertanggungjawab atas tindakannnya, mendukung dan bersama murid menemukan solusi atas permasalahannya.

Dengan peranan kontrol guru sebagai manajer diharapkan akan mampu mendorong kemampuan intrinsic peserta didik dalam rangka penerapan didiplin yang lebih positif. Di samping itu pula, sifat manajer juga dipandang sebagai bentuk penerapan pendekatan disiplin yang lebih transformis yang dikenal sebagai pendekatan restitusi yang dikembangkan oleh Diane Gossen. Pendekatan Restitusi berfokus pada pengembangan motivasi intrinsik pada murid yang selanjutnya dapat menumbuhkan murid-murid yang bertanggung jawab, mandiri, dan merdeka.

v  Kebutuhan Dasar Manusia

Abraham Maslow membagi kebutuhan dasar manusia menjadi lima macam, yaitu: kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Sejatinya, setiap insan yang merdeka sebagaimana juga para murid di sekolah memiliki dan dengan merdeka pula harus terpenuhi hak dasar yang lima ini tanpa terkecuali. Bilamana kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, kurang, timpang da nada rongrongan, secara psikologi manusia akan melakukan proses penolakan bahkan hingga perlawanan. Ke konteks sekolah, bilamana ada di antara peserta didik yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik, biasanya cenderung melakukan pelanggaran-pelanggaran tertentu yang mengakibatkan diberikannya konsekuensi pelanggaran berupa hukuman pada praktik di masa lalu. Lain halnya di masa kini, di mana transformasi pendidikan dan teori-teori pemajuan pendidikan yang makin massif, pola pemberian hukuman di ranah pendidikan sudah berkurang dengan signifikan berganti dengan pola-pola pemberian konsekuensi yang lebih logis dan positif.

v  Keyakinan Kelas

Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya pada pembelajaran tentang Nilai-nilai Kebajikan bahwa menekankan pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut, apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami tujuan mulianya.

Pada pembelajaran Disiplin dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, kita telah mempelajari tentang nilai-nilai kebajikan yang dapat menjadi landasan kita dalam membuat suatu keyakinan sekolah atau menentukan visi dan misi atau tujuan dari sebuah institusi/sekolah. Seperti telah dikemukakan di modul 1.2, dalam penentuan visi sebuah institusi/sekolah kita terlebih dahulu perlu menentukan nilai-nilai kebajikan apa yang terpenting bagi institusi tersebut agar dapat mencapai tujuan mulia yang dicita-citakan.

v  Segitiga Restitusi

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur.

Segitiga restitusi merupakan tiga langkah yang digunakan untuk melakukan restitusi. Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari teori kontrol yaitu: 1) Menstabilkan identitas (stabilize the identity), teori kontrolnya: kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan. 2) Validasi tindakan yang salah (validate the misbehaviour), teori kontrolnya semua perilaku memiliki alasan. 3) Menanyakan keyakinan (Seek the belief), teori kontrolnya: kita semua memiliki motivasi internal.

Modul 1.4 ini pun selaras serta memiliki keterkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan khususnya di Standar Kompetensi Kelulusan, Standar Pengelolaan Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dan Standar Proses. Dalam rangka menciptakan budaya positif, penerapan disiplin positif dipraktikkan untuk menghasilkan murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, dan bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin sekolah hendaknya berjiwa kepemimpinan serta dapat mengembangkan sekolah dengan baik yaitu dengan menciptakan lingkungan yang positif sehingga terwujud suatu budaya positif. Demikian juga dengan warga sekolahnya; setiap guru dan tenaga kependidikan memiliki kompetensi standar minimal di mana mereka memiliki kesamaan visi serta nilai-nilai kebajikan yang dituju, serta berupaya mewujudkannya dalam pembelajaran yang aplikatif yang mengupayakan pemberdayaan murid agar dapat menjadi pemelajar sepanjang hayat.

Pada akhirnya dengan mempelajari modul ini diharapkan dapat menjadi suatu pembelajaran, tempat berproses, wadah untuk berdiskusi, dan menumbuhkan semangat untuk menggali dan mengembangkan potensi anak-anak Indonesia yang berkarakter kuat, mandiri, dan merdeka. Calon Guru Penggerak diharapakan untuk terus menjadi penggerak diri sendiri, rekan/mitra guru lainnya, murid, serta segenap tatanan komponen sekolah untuk memajukan pendidikan di Indonesia. 

Salam perubahan. Gerakkan pendidikan dengan motto tergerak, bergerak dan menggerakkan.

 

 

 

 

Kamis, 08 Desember 2022

1.3.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.3

Assalamu’alaikum pejuang pendidikan Indonesia yang super.

Selamat datang di blog Berbagi Baik ini dan selamat berbagi dan mencerahkan pendidikan Indonesia. Di kesempatan kali ini, saya akan memaparkan koneksi antar materi modul 1.3. PGP Angkatan 7 yang sedang saya ikuti. Yuk, simak paparan saya berikut ini:

Pada modul 1.1. tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional  Ki Hadjar Dewantara, saya mengutip beberapa pernyataan KHD sebagai berikut:

Menurut KHD (2009), “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.

Pada bagian lainnya, di kesempatan terpisah KHD juga menyatakan bahwa: “Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat.”  (Dasar-dasar Pendidikan, 1936).

Di samping itu, Asas Konvergensi Ki Hadjar Dewantara menyatakan: "Perubahan yang kita lakukan di pendidikan harus menuju pada suatu titik yang memanusiakan manusia dan memperkuat nilai kemanusiaan kita."

Tiga kutipan pernyataan KHD di atas, saya yakini sebagai sebagian daripada ide/pemikiran esensial dan fundamental dari seorang KHD dalam menerjemah dan mendorong visi pendidikan manusia yang lebih utuh dan universal.

Dan pernyataan atau pandangan KHD tersebut selaras dan seirama dengan beberapa konsep dan teori yang dikemukan oleh berbagai ahli pendidikan dan psikososial. Salah satunya yang saya pelajari bersama modul 1.2. adalah konsep yang diajukan oleh Erik Erikson, seorang psikolog psikososial yang mengemukakan bahwa kepribadian seseorang itu tumbuh dalam rangkaian 8 tahapan. Tiap tahapan menggambarkan dampak dari pengalaman sosial pada mereka. Berikut tahapan-tahapan dimaksud:

  • Membangun kepercayaan (Trust vs Mistrust).
  • Membangun otonomi (Autonomy vs Shame and Doubt).
  • Berinisiatif vs rasa bersalah (Initiative vs Guilt).
  • Merasa mampu (Industry vs Inferiority).
  • Membangun identitas (Identity vs Confusion).
  • Menjalin kedekatan (Intimacy vs Isolation).
  • Dewasa (Generativity vs Stagnation).
  • Kematangan (Integrity vs Despair).

Berelasi dengan kutipan-kutipan dan teori di atas, sebagai bentuk keberpihakan pada murid sebagai hal esensial yang saya peroleh pada modul 1.2. adalah mendorong peserta didik Indonesia yang ber-Profil Pancasila yang salah satunya adalah MANDIRI.

 


Mewujudkan kemandirian peserta didik tentu membutuhkan pendidik yang punya tata nilai dan peranan. Nah, apa saja nilai-nilai yang harus dimiliki oleh pendidik yang diyakini mampu mewujudkan peserta didik yang MANDIRI? Nilai-nilai dimaksud sebagai berikut:


Dari roda nilai di atas, ternyata ada satu nilai yang sama yang harus dimiliki baik oleh si pendidik dan si peserta didik yaitu nilai MANDIRI.

Setelah memiliki nilai, sebagai seorang pendidik yang diharapkan tergerak, bergerak dan menggerakkan, kita diharapkan memiliki dan mampu mewujudkan peranan-peranan berikut:

1.    Pemimpin Pembelajaran

2.    Coach bagi guru lain

3.    Mendorong kolaborasi

4.    Mewujudkan kepemimpinan murid

5.    Penggerak komunitas praktisi

Tentu, dari sekian uraian dan pemaparan di atas, akan hambar dan tidak akan bermanfaat bila kita tidak mampu merealisasikannya di dunia nyata, karena sejatinya pengetahuan yang bermanfaat adalah pengetahuan yang berbuah dan buahnya pengetahuan/ilmu itu adalah dengan adanya aksi nyata yang dapat dirasakan tidak saja oleh yang mengamalkan ilmu itu sendiri tetapi juga ‘circle-nya’ yang beragam. Untuk itu, dalam rangka mewujudkan tujuan dimaksud kita perlu menyusun sebuah visi, yang mana visi ini adalah gambaran, impian, patron yang mampu menuntun kita untuk menggapai cita-cita, tujuan yang kita hendak capai. Untuk menetapkan visi, kita butuh seperangkat instrumen bantu sebagai salah satu barometer ukuran dalam menetapkan dan memastikan capaian keberhasilan visi kita yang dikenal dengan konsep Inkuiri Apresiatif, yang kemudian digubah oleh beberapa praktisi di Indonesia menjadi konsep BAGJA.

Sebagai sedikit gambaran umum yang berelasi dan simpulan dari uraian di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

 


Kembali merujuk beberapa ulasan di atas, berdasarkan pertanyaan pemantik di LMS: Apa yang Bapak/Ibu pahami mengenai kaitan peran pendidik dalam mewujudkan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Profil Pelajar Pancasila pada murid-muridnya dengan paradigma inkuiri apresiatif (IA) di sekolah Bapak/Ibu?

Maka, pada tulisan ini lebih penulis arahkan ke perwujudan nilai MANDIRI, maka penulis menetapkan visi pribadi sebagai berikut: “Mendorong Peserta Didik yang MANDIRI Untuk GENERASI Bermartabat”

Semoga visi saya di atas, dapat saya wujudkan, rawat dan pelihara sehingga saya mampu menjadi salah satu ‘butiran debu’ yang bermanfaat bagi pendidikan Indonesia khususnya dan bagi kemaslahatan umat manusia umumnya. Belajar baik, bagi baik. Jangan pernah berhenti menjadi orang baik. Sekian dan terima kasih. Wassalam. Salam CGP Angkatan 7. 

Selasa, 06 Desember 2022

1.3.a.6. Demonstrasi Kontekstual - Modul 1.3 - Muhammad Fajri

Pejuang setelah due date... tapi gak mengapa, di tengah-tengah setoran deadlines😃 tetap semangat.
Berikut sedikit paparan tentang Inkuiri Apresiatif dan visi BAGJA yang saya coba rumuskan. Semoga bermanfaat.















Mari tergerak, bergerak dan menggerakkan. Untuk generasi lebih baik.


Jumat, 25 November 2022

Visiku Menjadi Guru Penggerak

Sedikit nampang dan sesuatu .... tapi .... bismillah, ini serius! Khidmat untuk pendidikan yang lebih baik. Doakan ya semuanya .....












Mungkin terlalu bombastis? Namanya juga 'mimpi' ..... semuanya berawal dari mimpi. Dari mimpi diniatkan, dinyatakan, di-aksi-kan, sungguh-sungguh...insya Allah BERHASIL. Aamiiin.


Senin, 21 November 2022

GAMBARAN DIRI SEBAGAI GURU PENGGERAK DI MASA DEPAN

Oleh: Muhammad Fajri
CGP Angkatan 7

Setelah mengikuti serangkaian program guru penggerak, gambaran diri saya di masa depan adalah saya seorang guru yang memiliki nilai-nilai guru penggerak seperti berpihak pada siswa, mandiri, inovatif, kolaboratif, dan reflektif. Dari nilai-nilai tersebut, maka peran saya sebagai guru penggerak adalah sebagai berikut:

Berpihak pada Murid

Murid adalah segalanya. Sejatinya filosofi ini harus diilhami dengan baik oleh seorang pendidik, bahwa keberhasilan, kesuksesan dan kebahagian setinggi-tingginya seorang muridlah yang menjadi tolok ukur berhasilnya seorang pendidik. Maka untuk itu, perspektif pendekatan yang saya lakukan di dalam pendidikan dan pengajaran adalah bermuara pada murid. Apa yang mereka butuhkan, bukan apa yang saya tawarkan. Di sini, tentu saya harus fokus dan konsisten mengenal karakteristik, gaya belajar para peserta didik, menekuni dan melakukan assessment diagnostic yang terukur serta selalu terbiasa memuliakan para peserta didik bahwa sejatinya mereka semua adalah permata terpendam yang mana bila diasah dengan tepat guna akan menjadi permata yang amat bernilai harganya. Dan untuk itu pula, dalam menyaji pelajaran saya harus senantiasa mampu menyajikan pelajaran terdifferensiasi baik secara proses, konten dan produk.

Mandiri

Saya adalah guru yang mandiri, yaitu guru yang mampu memotivasi diri sendiri untuk melakukan perubahan baik untuk diri sendiri dan lingkungan sekitar. Sebagai seorang guru penggerak yang mandiri, saya harus menjadi independen dalam mengembangkan diri dan juga mampu memberdayakan teman sejawat, peserta didik dan lingkungan masyarakat baik di lingkungan kerja maupun domisili.
Nilai mandiri yang sudah saya miliki, sudah saya praktikkan dan tentu akan terus saya pertahankan selalu berupa aktif mengelola blog pendidikan milik pribadi di domain https://a86nx.blogspot.com/, terlibat dalam kepengurusan Pesantren Modern Al Falah Abu Lam U (tempat saya berkiprah sebagai pendidik), aktif membina relasi-relasi pendidikan yang produktif: Partner Schule PASCH Goethe Institut (Mitra Sekolah Menuju Masa Depan), Program Pesantren Binaan BI, Komunitas SMP-BP, menjadi Guru Pamong PPG Bahasa Inggris Univ. Bina Bangsa Get Sempena 2021 & 2022.

                        Terlibat sebagai Pamong PPG                         Salah satu kegiatan evaluasi PASCH Goethe

Inovatif

Tantangan zaman yang dari hari ke hari makin kompleks menantang setiap insan untuk menjadi inovatif. Dalam menjawab tantangan yang begini rupa, menjamdi inovatif merupakan prasyarat survival. Selaku pendidik yang hari ini diamanahkan sebagai top level pimpinan, saya harus melahirkan gagasan-gagasan brilian dalam menghadapi derasnya arus perkembangan zaman dan tantangan masa kini utamanya yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam menjawab kebutuhan hadirnya guru-guru terampil nan ‘berkualitas’ di sekolah saya, saya menggagas MGMP tingkat satuan sekolah yang mana dengan gagasan ini mampu mendorong inisiatif kolaboratif untuk tumbuhnya pendidikan berkemajuan berasas gotong royong, kemajemukan, integrative, produktif dan massif. MGMP adalah wadah kunci pemberdayaan guru secara mandiri dan bermartabat di tengah-tengah krisis kebijakan, ekonomi dan berbagai tantangan lainnya. Di sisi lain, menjawab learning gap, atau bahkan learning loss di peserta didik ‘alumni covid’ saya menginisiasi praktik baik di sekolah atau yang saya sebut sebagai BEST DAILY PRACTICES. Program ini sangat sederhana, di sini warga sekolah diajak berselancar dari hari ke hari dimulai dengan:

v  Senin, semua elemen sekolah praktik puasa sunnah hari senin dan shalat dhuha,

v  Selasa dengan hari air (setiap warga sekolah membawa air-tentu dengan tumbler masing-masing demi mengurangi sampah), karena sejatinya selama proses belajar, para guru dan peserta didik harus mengkonsumsi minuman yang cukup agar tidak terjadi dehidrasi serta tentu pada hari ini kami mengajak sedekah air ke lingkungan sekitar dengan kampanye menyiram Bungan/tanaman di lingkungan sekolah – latihan peka lingkungan.

v  Rabu, kami mengajak semua elemen sekolah untuk memperkaya literasi. Minimal di hari ini, semua warga sekolah membaca dan memperoleh wawasan baru. Waktunya bias fleksibel, tidak ditetapkman waktu khusus mengingat rutin di sekolah kami. Tapi dibawa saja semangat bahwa Rabu hari mencari wawasan walaupun secuil, dengan membaca kita berdaya. Karena: Today’s reader, leader tomorrow. Pembaca hari ini, Pemimpin esok hari. Apa jadinya dunia ini, bila orang malas membaca?

v  Kamis, semua elemen sekolah praktik puasa sunnah hari senin dan shalat dhuha,

v  Jum’at, hari sedekah, bagi pelajar pria bias dengan membawa sedekah jumatan, atau dengan mentraktir teman yang kurang beruntung untuk sekedar jajan ringan. Bersedekah itu indah, membuka pintu bahagia.

v  Sabtu dengan pesan dan wasiat baik serta saling sapa warga di lingkungan sekolah. Di sini, idealnya warga sekolah saling berangkulan, maaf-maafan, saling meminta kerelaan dari perilaku selama sepekan di sekolah dan semoga segala amal selama sepekan di sekolah beroleh barakah dan ganjaran terbaik serta senantiasa jadi ilmu dan pengalaman yang bermanfaat.

 

Kolaboratif

We humans are social beings. Kita manusia adalah makhluk social dan untuk itu ‘kolaborasi’ adalah ruh social. Sebagai seorang individu dalam kontsruksi social saya tidak bias berlepas diri dari bekerjasama dengan orang lain. Tentu pihak yang paling harus proaktif dalam kolaborasi ini adalah saya pribadi. Bila saya tidak proaktif dalam berkolaborasi bagaimana pula respon dan penerimaan mitra dalam kolaborasi saya. Alhamdulillah saya punya nilai kolaboratif yang baik. Saya terlibat aktif dalam setiap kegiatan intra sekolah, baik dalam bentuk kepanitiaan formal maupun informal.

Di lingkup sekolah, saya membina relasi dan kolaborasi baik dan intens dengan semua stake holder dan warga sekolah. Saya kira kunci keberhasilan perwujudan cita pendidikan di sekolah adalah dengan hadirnya kolaborasi yang harmonis dengan semua elemen di sekolah.

Dalam rangka berkolaborasi, saya tidak saja berkolaborasi di tingkat lokal, sebagai bagian dari masyarakat global, saya juga membina kolaborasi pendidikan dengan unsur luar negeri. Hari ini saya masih intens bergerak di isu lingkungan bekerjasama dengan Ryukoku School Japan, dan mendorong para guru serta peserta didik di sekolah saya berperan dalam kampanye global di bawah inisiasi PASCH-Goethe Institut serta menerima kemitraan dari berbagai institusi lainnya.

 


Salah satu sesi zoom meeting bersama guru dan pelajar Ryukoku School, Jepang.
Santriwati Pesantren Al Falah Abu Lam U, ~ Binaan Muhammad Fajri (CGP Angkatan 7)

  


Berdiskusi Bersama Ibu Warih Wijayanti
Salah satu Tim Penulis Modul Coaching PGP

Reflektif

Nilai Reflektif layaknya adalah model mental yang diharapkan menubuh pada Guru Penggerak dimana mereka senantiasa memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya, baik yang terjadi pada diri sendiri maupun pihak lain secara positif-apresiatif-produktif. Aspek reflektif menjamdi hal utama dalam menyetir hidup dan kiprah saya selaku pendidik. Di sini, saya harus mampu mendayagunakan semua sumber sebagai pembelajaran penting dalam hidup saya maupun dalam meniti karir dan kiprah sebagai pendidik. Saya senantiasa melakukan habituasi diri terkait kegiatan-kegiatan reflektif, mana saja hal-hal positif yang bertumbuh dari saya dan mana pula hal-hal negative yang masih melekat dan harus saya koreksi serta harus menghilang dari pribadi saya baik secara individu merdeka maupun dalam kapasitas saya sebagai pendidik. Dan menjadi reflektif ini sangat membantu saya dalam menyikapi berbagai persoalan dan tantangan yang saya hadapi.

Demikian gambaran diri saya sebagai Guru Penggeraka Di Masa Depan. Guru Penggerak yang senantiasa Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan. Semoga senantiasa pula istiqamah, karena amalan baik yang barakah adalah amalan yang istiqamah.

(Ditulis sebagai pemenuhan tugas 1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2) 
 Aceh Besar, 21 November 2022.

 

 

Kamis, 10 November 2022

Amanat 17 Agustus 2022 - Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat

Berikut goresan pena saya sebagai bentuk belajar berbagi amanat pada gelaran perdana Peringatan 17 Agustus 2022 di lingkup Pesantren Modern Al Falah Abu Lam U.


Amanat Peringatan HUT RI 77

 

 

PULIH LEBIH CEPAT

BANGKIT LEBIH KUAT

 

 

Indonesia ini lahir dari tetes darah ribuan bahkan mungkin jutaan para syuhada. Perjuangan mendirikan bangsa ini ditempuh tidak dalam waktu yang singkat/pendek. Butuh ratusan tahun, butuh sekian banyak pengorbanan dan perjuangan hingga kemudian pada 17 Agustus 1945, yang kala itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, proklamasi kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh dua orang proklamator; Soekarno dan Muhammad Hatta.

 

Proklamasi merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya dan menandai berakhirnya penjajahan di atas bumi Indonesia dan kemudian mendorong pula lahirnya perdamaian-perdamaian di berbagai belahan penjuru dunia. Itu sedikit ulasan sejarah 77 tahun yang lalu.

 

Lantas kini, di tahun 2022. Kita juga masih dalam usaha upaya untuk pulih sembuh dari gempuran tentara Allah berupa rasa ‘khawatir’, khawatir karena Corona, khawatir karena wabah PMK, khawatir karena cacar monyet, khawatir karena gempuran LGBT, penyakit moral, malas, nir-etos dan berbagai ujian serta tantangan yang beraneka bentuknya.

 

Pertanyaannya adalah: bagaimana sikap kita, bagaimana pula jawaban, usaha dan upaya kita untuk menghadapi, keluar dari rasa, keadaan khawatir kita itu?

 

Dulu pekik takbir Bung Tomo, gerilya Soedirman, Proklamasi oleh Soekarno-Hatta telah menghantarkan bangsa Indonesia ke gerbang kemerdekaannya, gerbang bahagia, yang harusnya di masa-masa setelahnya diisi oleh masa-masa kegemberiaan dan pertumbuhan yang hakiki.

 

Namun, roda hidup tidak selalu indah dan bahagia sebagaimana yang kita damba. Hidup butuh untuk diperjuangkan agar dia dapat kita rasakan. Mengapa pula kemudian kita diuji dan ditempa.

 

Nah! Anak-anak sekalian!

Untuk pulih dan bangkit dari rasa khawatir di atas. Kita selaku pembelajar, maka, marilah kita isi kemerdekaan ini dengan belajar yang tekun, gigih, dengan tekad baja untuk menyongsong masa depan yang cerah nan bahagia. Mengisi merdeka hari ini tidak lagi dengan memangkul senjata melainkan dengan diisi oleh pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan-pengetahuan yang mutakhir. Jangan sampai kita tidak mampu mengambil bagian dari perkembangan dan pertumbuhan ini karena kita lalai, abai, pongah dan lemah.

 

Anak-anak sekalian!

Mereka para pahlawan dan patriot bangsa, telah rela jiwa dan raga mereka lepas, terampas untuk menghadirkan kemerdekaan bagi kita anak-cucu mereka. Tak lain tak bukan, untuk diisi dengan kehidupan yang lebih baik, lebih manis, lebih berarti dan bermanfaat dari generasi ke generasi. Maka tibalah kewajiban bagi kita semua untuk menjawab dan mengisi, قد غرس من قبلنا فأكلنا و نحن نغرس الآن ليأكل من بعدنا  orang-orang terdahulu sudah ‘menanami untuk kita dan kita makan darinya, kini tiba saatnya kita menanami untuk dimakan oleh generasi setelah kita’ ---- dengan apa?? Dengan iman, takwa, akhlak mulia, dengan belajar, dengan etos kerja, dengan semangat ’45, dengan bertumbuh secara positif dan kontinyu, dengan istiqamah pada hal-hal baik, dengan loyalitas, dengan mandiri, dengan kesetiakawanan social, dengan bergotongroyong, dengan berkebhinnekaan global, bernalar kritis serta kreatif menyongsong Indonesia yang pulih dan lebih kuat dan kokoh untuk anak generasi yang handal, bermartabat, madani ----dan semoga Indonesia menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur dimulai dari pribadi-pribadi qur’ani nan disegani.

 

Peserta upacara sekalian.

Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Cut Mutia, Laksamana Malahayati boleh tiada. Tetapi sosok-sosok pengganti mereka yang lebih hebat tetap dinanti. Maka, guru-guru kami, ustadz-ustadzah kami, didiklah anak-anak generasi ini menjadi lebih hebat dari para pahlawan itu, sebagai pengisi hari bahagia ini, hari-hari merdeka. Arahkan kami, bawa kami mencapai, menggapai impian-impian dan cita kami, agar kami senantiasa menjadi para pelajar yang bersyukur dan berarti. Guru-guru kami, izinkan lengan dan punggung kalian menjadi pijakan kami untuk sukses. Semoga balasan terbaik selalu menanti atas jasa-jasamu yang tidak dapat kami ganti.

 

Di akhir, kita tidak akan berhenti mengisi merdeka kini dengan hanya sekedar menari-nari tiada arti. Alangkah malu kita pada para pendiri bangsa. Bilamana kemerdekaan yang sudah direngkuh dengan luluran peluh dan kemudian diisi oleh orang-orang angkuh. Maka, mari menjadi pengisi kemerdekaan yang bertanggungjawab dan ikhlas. Semoga hari-hari kita senantiasa beroleh berkah dan karunia-Nya.

 

Billahit taufiq wal hidayah.

 

Lamjampok, 17 Agustus 2022